NEBIAK ULU

bLOG Ny UrANG mAtALUNAI

Pages

Rabu, 22 Mei 2013

Pulang Kampung Ke Rumah Betang Sungai Utik Dayak Iban Kalimantan Barat

Tiba-tiba saja hari ini aku terkenang ketenangan sebuah budaya dan kampung halamanku. Ingatan ini makin menjadi saat mendengar pidato Barrack Obama “Pulang Kampung nih”, saat berkunjung ke Indonesia tahun 2010 yang lalu. Aku jadi berkeinginan untuk mudik ke kampung halaman. Padahal sekitar bulan Juli 2010 kemarin, aku juga mudik. Bisa-bisa kering nih dompet apabila aku sering-sering mudik.
Nama kampung yang kumaksud adalah Sei Utik atau Sungai Utik, tepatnya terletak di Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Sebenarnya, ini kampung ibuku; aku sering diajak ke sana kalau libur sekolah semasa kecil. Sungai Utik, secara harfiah berarti sungai putih. Sungai yang ditutupi dengan pasir putih bersih. Airnya jernih kecuali saat hujan deras pada petang hari yang akan membawa lumpur dari tempat yang lebih tinggi.
Sungai ini adalah urat nadi kehidupan masyarakat sekitarnya, tempat dimana warga mandi dan mencuci. Desa Sei Utik mayoritas penduduknya ialah Suku Dayak Iban. Mereka akan menyambut Anda dengan senyuman yang hangat, ramah dan santun. Jika mereka pikir Anda bersikap baik, para wanita tua kemungkinan akan memberi Anda pelukan erat dengan tawa menderu. Sewaktu kecil saya sering terharu oleh sikap mereka itu. Saya begitu bahagia melihat keceriaan dan rasa kekeluargan mereka.
Apabila suatu saat Anda berkunjung kesana, akan tampak di gerbang selamat datang sebait kalimat bertuliskan gaga temuai datai, yaitu berarti “senang tamu datang”. Saat Anda meninggalkan Desa Sei Utik, akan terbaca sebaris tulisan di gerbangnya gerai temuai pulai, yang berarti “sehat tamu pulang”. Tak jauh dari gerbang tersebut, akan tampak rumah betang (long house), rumah tradisional Kalimantan yang ditempati oleh (biasanya) sekira 40 keluarga Dayak Iban.

Rumah panjang yang terbuat dari kayu terbaik di Kalimantan itu (kayu ulin) memiliki banyak pintu dan disangga oleh tiang-tiang yang besar. Mereka mendapatkan kayu dari hutan cadangan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Keluarga-keluarga itu berbagi beranda, ruang depan dan ruang tamu yang merupakan ruang besar berukuran 100×5 meter.
Dari kehidupan masyarakat Dayak Iban di kampung Sei Utik ini terlihat bahwa budaya dan kearifan lokal masih melekat dengan kehidupan masyarakatnya. Walaupun kehidupan dari luar (kota) sedikit mempengaruhi kehidupan di daerah (kampung) itu, tapi kearifan lokal tetap dipertahankan. Kearifan lokal juga tercermin dari upaya pelestarian hutan dan isinya dengan berpegangan pada perangkat hukum adat yang mereka percaya. Selain itu, terdapat pula beberapa LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) baik dari dalam maupun luar negeri yang membantu, melatih dan mensosialisasikan banyak hal yang bermanfaat tentang pelestarian hutan agar hutan tetap terjaga dan terlindungi.
Kampung yang kucintai ini berada di kawasan yang elok, sederhana dan masih hijau. Berada tak jauh dari Putussibau (Kapuas Hulu), perjalanan menuju kampungku sekira 1-2 jam dengan mengendarai bus atau motor. Jelajahi saja sungainya dari hulu ke hilir atau sebaliknya dan dapatkan pengalaman pertualangan yg ekstrim. Atau berkeliling kampung dan berinteraksilah dengan masyarakat Dayak Iban untuk mendapatkan pengalaman yang lain lagi.

0 komentar:

Posting Komentar